Posted by : Unknown October 27, 2016

Laporan Praktikum                             Hari/Tanggal  : Kamis/17 Maret 2016
Biokimia Umum                                  Waktu            : 15.00-18.00 WIB
                                                            PJP                 : Syaefudin, SSi, MSi
                                                            Asisten           : Kartika Anggraeni
                                                                                     M Fakhri R
                                                                                     Listia Vidyawati
                                                                                     Rizki Rinda
                                                                                               





PROTEIN II

Kelompok 1
Ita Lestari Telaumbanua                                   B04140189
Fathan Abdul Aziz                                           B04150059
Faza Adriani Nurfazri                                       B04150153

























FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016



PENDAHULUAN
Istilah protein pertama kali dikemukakan oleh pakar kimia Belanda, G J Mulder tahun 1939,  istilah ini berasal dari bahasa Yunani, ‘proteios’ yaitu “yang pertama”  atau “yang paling utama” (Sumardjo 2009). Protein merupakan sumber sejumlah asam amino yang mengandung unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein juga mengandung fosfor dan belerang (Husni et al. 2008).
Jika dua asam amino saling berikatan melalui ikatan peptida, maka akan terbentuk dipeptida. Polipeptida mengandung sepuluh atau lebih asam amino yang saling berikatan melalui ikatan peptida. Protein mengandung lebih dari 50 asam amino yang saling berikatan melalui ikatan peptida, tetapi sebagian besar protein mengandung beribu-ribu asam amino karena merupakan makromolekul. Setiap protein memiliki jumlah dan urutan asam amino yang spesifik. Perubahan posisi asam amino dalam rantai akan menghasilkan protein baru dengan struktur fungsi yang berbeda (James et al. 2008).
Protein merupakan mempunyai bermacam-macam fungsi. Fungsi protein antara lain yaitu, sebagai katalisator reaksi-reaksi biokimia dalam sel, selain itu sebagai pengangkut molekul-molekul kecil dan ion. Protein juga berperan di dalam sistem pergerakan yang terkoordinasi. Fungsi protein yang lainnya yaitu sebagai komponen sistem kekebalan tubuh dan sebagai pengatur ekspresi genetik. Impuls syaraf diteruskan oleh protein, selain itu protein berperan sebagai komponen pendukung kekuatan regang pada kulit dan tulang (Yuwono 2005).
Protein memiliki berbagai macam sifat. Protein yang larut dalam air akan membentuk ion yang mempunyai muatan positif dan negatif. Protein mempunyai titik isoelektrik. Titik isoelektrik mempunyai arti penting karena berhubungan erat dengan sifat fisik dan sifat kimia. Pada pH di atas isoelektrik protein bermuatan negatif, sedangkan di bawah titik isoelektrik protein bermuatan positif. Protein juga dapat terdenaturasi. Denaturasi merupakan perubahan konformasi alamiah menjadi suatu konformasi yang tidak menentu. Proses denaturasi ini dapat berlangsung secara reversibel maupun ireversibel. Pada umumnya penggumpalan protein didahului oleh proses denaturasi yang berlangsung baik pada titik isoelektrik protein tersebut. Denaturasi dapat terjadi karena pengaruh pH, gerakan mekanik, adanya alkohol, aseton, eter, dan detergen. Sifat lainnya yaitu larutan protein dalam air memiliki viskositas atau kekentalan yang relatif lebih besar daripada viskositas air sebagai pelarutnya. Viskositas larutan protein tergantung pada jenis protein, bentuk molekul, kemolaran dan suhu larutan (Marzuki et al. 2010).
Struktur dasar protein dibedakan menjadi empat tingkat yaitu struktur primer, struktur sekunder, struktur tersier, dan struktur kuartener. Struktur primer menunjukan jumlah, jenis, dan urutan asam amino dalam molekul protein. Struktur sekunder terdiri atas struktur heliks dan struktur lembaran berlipat. Jika ikatan hidrogen terbentuk antara gugus-gugus yang terdapat dalam satu rantai peptida, maka terbentuk struktur heliks. Jika ikatan hidrogen terbentuk antara dua rantai polipeptida atau lebih, maka terbentuk struktur lembaran berlipat. Struktur tersier menunjukan kecenderungan polipeptida membentuk lipatan atau gulungan untuk membentuk struktur yang lebih kompleks. Struktur ini dimantapkan oleh adanya beberapa ikatan antara gugus R pada molekul asam amino yang membentuk protein. Struktur kuartener menunjukan derajat persekutuan unit-unit protein (Marzuki et al. 2010).
Melalui proses transminase, hepar dapat menghasilkan asam amino. Hanya hepar yang dapat menghasilkan albumin (Barandero 2008). Albumin adalah protein plasma kecil yang dihasilkan oleh hepar yang bekerja secara osmotik untuk membantu menahan volume intravaskular di dalam ruang vaskular (Horne 2001). Albumin merupakan protein plasma utama yang bertanggung jawab untuk mempertahankan tekanan osmotik dalam plasma. Tekanan osmotik yang disebabkan oleh protein plasma relatif konstan sepanjang kapiler (James et al. 2008).
Praktikum protein bertujuan menunjukan sifat dan struktur asam amino dan protein melalui uji-uji kualitatif. Parktikum ini juga bertujuan mempelajari beberapa reaksi uji terhadap asam amino dan protein. Struktur dan sifat protein serta asam amino dilihat melalui reaksinya dengan beberapa reagen.



METODE
Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum mata kuliah biokimia berjudul Protein. Pratikum ini dilakukan pada hari kamis tanggal 17 Maret 2016. Praktikum bertempat di Laboratorium Pendidikan Departemen Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat
Alat yang digunakan dalam kegiatan praktikum kali ini adalah tabung reaksi, rak tabung reaksi, pipet tetes, pipet volumetrik, pengaduk, penjepit tabung reaksi, kertas saring, dan penangas air. Bahan yang digunakan antara lain, albumin, HgCl2 2%, larutan Pb- Asetat 5%, larutan AgNO35%, larutan (NH4)2SO4, air, pereaksi biuret, larutan asam asetat 1M, HCL 0.1 M, NaOH 0.1 M, buffer asetat pH 4.7, dan etanol 95%.

Prosedur Percobaan
Pengendapan protein oleh logam, ke dalam 3 ml albumin ditambahkan 3 tetes larutan HgCl2 5%. Percobaan diulangi dengan larutan Pb-asetat 5% dan AgNO3 5%. Setelah penambahan tersebut diamati apakah terbentuk endapan.
Pengendapan protein oleh garam, mula-mula 5 mL larutan protein    (albumin) dijenuhkan dengan (NH4)2SO4 yang ditambahkan sedikit demi sedikit. Larutan kemudian disaring ketika telah mencapai titik jenuh dengan kertas saring. Kelarutannya diuji dengan air, endapannya diuji dengan pereaksi Biuret, filtrat diuji dengan peraksi Biuret.
Uji koagulasi (Pengaruh suhu) dilakukan dengan dimasukannya 5 ml larutan protein ke dalam tabung reaksi. Tabung dididihkan dalam penangas selama 5 menit. Endapan diambil oleh batang pengaduk, kelarutan endapan diuji dengan air, dan endapan diuji dengan pereaksi Biuret.
Pengendapan protein oleh alkohol, tabung reaksi pertama diisi larutan albumin 2 ml dan etanol 95% sebanyak 1 ml. Pada tabung reaksi dua diisi dengan 2 ml albumin ditambah dengan Etanol 95% sebanyak 2 ml. Pada tabung tiga diisi 2 ml albumin dan etanol 95% sebanyak 3 ml. Setelah itu diamati dan dibandingkan hasil reaksinya.
Denaturasi protein (pengaruh pH), tiga tabung reaksi masing-masing diisi dengan 1 ml larutan albumin, di mana masing-masing tabung pada tabung pertama ditambah dengan 1 ml HCl 0.1 M, pada tabung II ditambah dengan 1 ml NaOH 0.1M , dan pada tabung III ditambah dengan bufer asetat     pH 4.7 sebanyak 1 ml, setelah itu vortex masing-masing campuran hingga homogen kemudian hasil reaksinya diamati kembali.



HASIL DAN PEMBAHASAN
Garam logam berat dapat membuat protein terdenaturasi, seperti halnya asam dan basa. Garam logam berat adalah garam yang mengandung logam dengan berat atom yang besar, seperti Hg2+, Pb2+, dan Ag+. Reaksi yang terjadi antara logam berat akan mengakibatkan terbentuknya garam protein-logam yang tidak larut (Prasad 2010).
Ion-ion yang dapat membentuk endapan logam dengan protein antara lain adalah Ag+, Ca++, Zn++, Hg++, Fe++, Cu++, Co++, Mn++ dan Pb++. Selain gugus ±COOH dan gugus ±NH2, gugus ±R pada molekul asam amino tertentu dapat pula mengadakan reaksi dengan ion atau senyawa lain. Gugus sulfihidril (-SH) pada molekul sistein akan bereaksi dengan ion Ag+ atau Hg++.
Pada pengendapan protein dengan pengendapan logam, melalui penambahan HgCl2, Pb-asetat dan AgNO3 ke dalam larutan albumin menyebabkan terjadinya reaksi sehingga larutan yang sebelumnya jernih berubah menjadi keruh dan terdapat endapan. Penambahan HgCl2, Pb-asetat dan AgNO3 ini karena diketahui bahwa protein mampu menawarkan racun sebab asam amino yang merupakan penyusun suatu protein dapat mengikat logam seperti Hg (merkuri klorida) dan Pb (timbal asetat)dan Ag, racun atau logam yang terikat dalam reaksi ini ditandai dengan adanya endapan putih. Pada saat ditambahkan ke dalam protein, HgCl2, Pb-asetat dan AgNO3 akan terionisasi dalam bentuk Hg2+, PbSO4 dan Ag2+  sehingga dapat menghasilkan endapan. Ikatan yang amat kuat dari reaksi protein yang ditambahkan dengan HgCl2, Pb-asetat dan AgNO3 akan memutuskan ikatan jembatan garam, sehingga akan terjadi denaturasi, secara bersama gugus –COOH dan gugus –NH2 yang terdapat pada protein dapat bereaksi dengan ion logam berat dan dapat membentuk senyawa kelat.




Tabel 1 Pengaruh logam terhadap pengendapan albumin
Logam
Hasil
Gambar
AgNO3 5%








Pb-asetat 5%








HgCl2 2%
+++








+








++



Keterangan      : +      = ada endapan sedikit
                         ++    = ada endapan sedang
                         +++  = ada endapan banyak

Pada percobaan ini hasil yang didapatkan sesuai dengan literatur, karena menurut deret volta urutan kereaktifan dari logam-logam tersebut adalah Pb, Hg, dan Ag. Menyebabkan Pb lebih sedikit menimbulkan endapan, Hg terdapat endapan yang sedang, dan Ag terdapat paling banyak endapan. Protein terdapat diberbagai makhluk hidup yang memiliki berbagai manfaat, didalam sapi banyak sekali kandungan protein seperti insulin, Ribonuklease dan Kimotripsinogen yang terdapat di dapalm pankreas sapi. terdapatnya kandungan  protein-protein tersebut dalam pankreas sapi dapat di uji menggunakan Uji protein menggunakan pengendapan logam.
Kelarutan protein akan berkurang bila kedalam larutan protein ditambahkan garam-garam anorganik. Pengendapan terus terjadi karena kemampuan ion garam untuk menghidrasi, sehingga terjadi kompetisi antara garam anorganik dengan molekul protein untuk mengikat air. Karena garam anorganik lebih menarik air maka jumlah air yang tersedia untuk molekul protein akan berkurang.




Tabel 2 Pengaruh garam terhadap endapan albumin
Uji
Hasil
Gambar
Endapan larutan biuret
+

Filtrat biuret
-
Keterangan :     +   = ada protein
-   = tidak ada protein

Proses salting-in  merupakan suatu proses pengendapan protein dengan cara penambahan garam. Pada konsentrasi garam yang rendah, kelarutan protein bertambah sedikit. Penambahan kelarutan protein ini disebut dengan salting-in. Cara ini dilakukan berdasarkan pengaruh yang berbeda-beda dari penambahan garam tersebut pada kelarutan beberapa protein globular dan tidak dipengaruhi oleh sifat garam netral, konsentrasi, dan jumlah muatan pada tiap ion dalam larutan. Efek salting-in disebabkan oleh perubahan kecenderungan berdisosiasi gugus-gugus dalam protein (Prasad 2010).
Salting-out terjadi bila konsentrasi garam netral yang ditambahkan tersebut dinaikkan terus, maka kelarutan protein menjadi berkurang sampai pada konsentrasi garam yang sangat tinggi menyebabkan protein akan mengendap. Cara salting-in dan salting-out ini dapat dipkai untuk pemisahan protein dalam campuran karena tiap jenis protein mempunyai respons yang berbeda-beda terhadap konsentrasi garam netral (Belitz et al. 2009).
Pada uji biuret, albumin berubah warna menjadi ungu. Hal ini menunjukan bahwa albumin termasuk kedalam golongan protein. Perubahan warna tersebut terjadi karena adanya ikatan peptida. Pengujian biuret pada filtrat menunjukan bahwa filtrat tidak mengandung protein karena tidak berubah warna menjadi ungu. Pada endapan terlihat perubahan warna menjadi ungu, hal tersebut menunjukan adanya protein pada endapan.
Suhu dapat menyebabkan denaturasi pada protein. Panas yang berlebih dapat merangsang rantai polipeptida sedemikian rupa sehingga cukup untuk mengatasi interaksi lemah yang menstabilkan konformasi tersebut. Suhu tinggi akan mendenaturasi suatu protein, menyebabkan kehilangan konformasi dan juga kemampuannya untuk berfungsi (Campbell et al. 2002).
Koagulasi adalah keadaan dimana protein tidak lagi terdispersi sebagai suatu koloid karena unit ikatan yang terbentuk cukup banyak. Koagulasi juga dapat diartikan sebagai kerusakan protein yang terjadi akibat pemanasan dan terjadi adanya penggumpalan serta pengerasan pada protein karena menyerap air pada proses tersebut. Protein akan mengalami koagulasi apabila  dipanaskan pada suhu 50o atau lebih. Koagulasi hanya terjadi jika protein berada pada titik isolelektriknya. (Makfoeld 2008).

Tabel 3 Uji koagulasi (pengaruh suhu)
Uji
Hasil
Gambar
Endapan

Kelarutan

Biuret
+
Filtrat

Kelarutan

Biuret
+
Keterangan :     +   = ada protein
-   = tidak ada protein

Pada uji koagulasi yang dipengaruhi oleh suhu, hasil yang didapatkan adalah positif. Endapan dan filtrat menunjukan positif mengandung protein. Hal ini dapat ditunjukan dengan adanya endapan berwarna violet setelah filtrat dan endapan ditetesi biuret.

Tabel 4 Pengaruh alkohol terhadap pengendapan protein
Tabung
Hasil
Gambar
1





2





3
-





-





-




Keterangan      : +      = ada endapan sedikit
  ++    = ada endapan sedang
                          +++  = ada endapan banyak
                          -       = tidak ada endapan
Protein dapat diendapkan dengan penambahan alkohol. Pelarut organik akan mengurangi konstanta dielektrika dari air, sehingga kelarutan protein berkurang, dan juga karena alkohol akan berkompetisi terhadap air. Pengendapan protein dengan alkohol adalah kompetisi pembentukan ikatan antara protein-air dengan alkohol-air. Alkohol dapat mengendapkan protein karena gugus fungsional dari alkohol lebih kuat mengikat air melalui pembentukan ikatan hidrogen dibandingkan dengan molekul protein sehingga kelarutan protein dalam air berkurang. Alkohol juga mampu merusak ikatan hidrogen di antara gugus amida yang terdapat dalam struktur sekunder protein sehingga protein kehilangan air (terhidratasi) dan akhirnya mengendap. Semakin banyak kandungan alkohol didalam larutan, akan semakin banyak protein yang mengendap karena kebanyakan air telah di ikat oleh alkohol.
Pada percobaan yang dilakukan tidak sesuai dengan literatur. Tidak ada endapan yang terbentuk pada semua tabung. Pada tabung pertama dengan kandungan alkohol (etanol 95%) sebanyak 1 ml dan larutan albumin 2 ml, didapatkan larutan sangat keruh. Tabung kedua dengan kandungan alkohol (etanol 95%) sebanyak 2 ml dan larutan albumin 2 ml, kekeruhan larutan yang dihasilkan sedang. Pada tabung ketiga dengan kandungan alkohol sebanyak 3 ml dan larutan albumin 2 ml, hasil yang didapatkan air tidak terlalu keruh dan hanya sedikit menghasilkan endapan. Seharusnya endapan yang dihasilkan banyak, kebanyakan protein di dalam larutan mengendap karena air telah diikat oleh alkohol sehingga protein susah berikatan dengan air, hal ini menyebabkan air terlihat keruh oleh endapan dari protein. Perbedaan hasil yang didapatkan ini disebabkan oleh kesalahan pada etanol yang digunakan. Kemungkinan etanol tersebut sudah tercampur dengan larutan lain. Kesalahan lainnya yaitu etanol yang diambil sudah berupa endapan karena diambil dari dasar botol.

Tabel 5 Pengaruh pH
pH
Hasil
Gambar
Asam (HCl)
++

Buffer asetat
+++

NaoH
+

Keterangan: +++          = denaturasi tinggi
                   ++   = denaturasi sedang
                   +     = denaturasi kurang



Berbagai protein globular mempunyai daya kelarutan yang berbeda dalam air. Variabel yang mempengaruhi kelarutan ini adalah pH, kekuatan ion, sifat dielektrik pelarut, dan temperatur. Pemusahan protein dari campuran dengan pengaturan pH didasarkan pada harga pH isoelektrik yang berbeda-beda untuk tiap macam protein. Pada umumnya molekul protein mempunyai daya kelarutan minimum pada pH isoelektriknya. Pada pH isoelektriknya beberapa protein akan mengendap dari larutan, sehingga dengan cara pengaturan pH larutan, masing-masing protein dalam campuran dapat dipisahkan satu dari yang lainnya dengan teknik yang disebut pengendapan isoelektrik (Patong 2012).
Titik isoelektrik adalah pH pada saat terjadi kesetimbangan yang tepat dari muatan positif secara negatif pada asam amino pada protein (Day dan Underwood 2002). Titik isoelektrik suatu protein juga dapat didefinisikan pH dimana muatan molekul protein itu nol. Pada pH ini protein itu tidak bergerak (Sudjadi 2008). Pada pH di atas isoelektrik protein bermuatan negatif, sedangkan di bawah titik isoelektrik protein bermuatan positif (Marzuki et al. 2010).
Denaturasi merupakan perubahan konformasi alamiah menjadi suatu konformasi yang tidak menentu. Proses denaturasi ini dapat berlangsung secara reversibel maupun ireversibel. Pada umumnya penggumpalan protein didahului oleh proses denaturasi yang berlangsung baik pada titik isoelektrik protein tersebut. Pada denaturasi protein, ikatan peptida tidak mengalami kerusakan. Denaturasi dapat terjadi karena pengaruh pH, gerakan mekanik, adanya alkohol, aseton, eter, dan detergen (Marzuki et al. 2010).
Denaturasi dapat mengubah sifat protein. Perubahan sifat ini tidak seidentik menurut jenis proteinnya. Contoh dari perubahan sifat tersebut yaitu aktivitasnya sebagai enzim atau hormon berkurang, kelarutannya dalam garam atau asam encer berkurang, kemampuannya membentuk kristal berkurang, dan stabilitasnya menurun sehingga menggumpal. Produk denaturasi disebut dengan protein terkoagulasi yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam larutan basa kuat dan asam mineral kuat karena terhidrolisis menjadi bagian-bagian yang lebih sederhana (Sumardjo 2009).
Berdasarkan hasil pengamatan pengaruh pH yang paling terdenaturasi adalah larutan campuran protein (albumin) dengan buffer asetat. Larutan protein yang mengalami denaturasi sedang adalah  campuran protein (albumin) dengan asam (HCl), sedangkan larutan yang kurang terdenaturasi adalah campuran protein (albumin) dengan NaoH.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pengendapan protein. Pertama yaitu temperatur. Kelarutan semakin meningkat dengan naiknya suhu,jadi dengan meningkatnya suhu maka pembentukkan endapan akan berkurang disebabkan banyak endapan yang berada pada larutannya. Kedua sifat alami pelarut. Garam anorganik mudah larut dalam air dibandingkan dengan pelarut organik seperti alkohol atau asam asetat.Perbedaan kelarutan suatu zat dalam pelarut organik dapat dipergunakan untuk memisahkan campuran antara dua zat.Setiap pelarut memiliki kapasitas yang bebeda dalam melarutkan suatu zat,begitu juga dengan zat yang berbeda memiliki kelarutan yang bebeda pada pelarut tertentu. Ketiga adalahPengaruh ion sejenis. Kelarutan endapan akan berkurang jika dilarutkan dalam larutan yang mengandung ion sejenis dibandingkan dalam air saja.Faktor lainnya yaitu pH. Kelarutan endapan garam yang mengandung anion dari asam lemah dipengaruhi oleh pH, hal ini disebabkan karena penggabungan proton dengan anion endapannya.Misalnya endapan AgI akan semakin larut dengan adanya kenaikan pH disebabkan H+ akan bergabung dengan I- membentuk HI. Pengaruh hidrolisis juga dapat menjadi salah satu faktor pengendapan protein. Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air maka akan dihasilkan perubahan konsentrasi H+,dimana hal ini akan menyebabkan kation garam tersebut mengalami hidrolisis dan hal ini akan meningkatkan kelarutan garam tersebut. Faktor lainnya yaitu pengaruh ion kompleks. Kelarutan garam yang tidak mudah larut akan semakin meningkat dengan adanya pembentukkan kompleks antara ligan dengan kation garam tersebut.Sebagai contoh,AgCl akan naik kelarutannya jika ditambahkan larutan NH3,hal ini disebabkan karena terbentuknya kompleks Ag(NH3)2Cl (Astawan dan Aviana 2003).
Melalui proses transminase, hepar dapat menghasilkan asam amino. Hanya hepar yang dapat menghasilkan albumin (Barandero 2008). Albumin adalah protein plasma kecil yang dihasilkan oleh hepar yang bekerja secara osmotik untuk membantu menahan volume intravaskular di dalam ruang vaskular (Horne 2001). Albumin merupakan protein plasma utama yang bertanggung jawab untuk mempertahankan tekanan osmotik dalam plasma. Tekanan osmotik yang disebabkan oleh protein plasma relatif konstan sepanjang kapiler (James et al. 2008).
Uji protein dapat digunakan dalam bidang veteriner. Uji ini dapat digunakan dalam memeriksa kandungan yang terdapat di dalam urin. Uji protein biasa digunakan untuk memeriksa ada atau tidaknya protein di dalam urin (Ochei dan Kolhatkar 2000).



SIMPULAN
Simpulan
Hasil percobaan menunjukkan bahwa protein dapat diendapkan oleh logam, garam, asam asetat, dan bufer asetat pH 4.70. Percobaan pengendapan protein oleh logam menunjukkan bahwa AgNO3 merupakan pengendap protein yang paling baik. Percobaan pengendapan protein oleh garam menunjukkan bahwa endapan yang terbentuk larut dalam air, dan endapan tersebut mengandung protein (positif uji Millon) sedangkan filtratnya tidak lagi mengandung protein (negatif uji Biuret). Percobaan uji koagulasi protein menunjukkan bahwa endapan yang terbentuk tidak larut dalam air dan endapan tersebut mengadung protein (positif uji Millon). Percobaan pengendapan protein oleh alkohol menunjukkan bahwa bufer asetat pH 4.70 dapat mengendapkan protein, karena penambahan asam dan basa dapat meningkatkan kelarutan. Percobaan denaturasi protein menunjukkan bahwa penambahan bufer asetat pH 4.70 bertujuan untuk mencapai titik isolistrik sehingga larutan protein akan lebih cepat mengendap.


DAFTAR PUSTAKA
Astawan M, Aviana T. 2003. Pengaruh jenis larutan peredam serta metode pengeringan terhadap sifat fisik, kimia, dan fungsional gelatin dari kulit cucut. J Teknologi dan Industri Pangan. 14(1): 7-13.
Barandero M, Wilfrid M, dan Siswadi Y. 2008. Klien Gangguan Hati: Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta (ID): EGC.
Belitz HD, Grosch W, dan Schieberle P. 2009. Food Chemistry 4th Revised and Extended Edition. Berlin (DE): Springer.
Campbell NA, Reece JB, dan Mitchell LG. 2002. Biologi Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta (ID): Erlangga.
Day RA, dan Underwood AL. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif  Edisi Keenam. Jakarta (ID): Erlangga.
Horne MM. 2001. Keseimbangan Cairan, Elektrolit, dan Asam-Basa. Jakarta (ID): EGC.
Husni E, Samah A, dan Ariati R. 2008. Analisa zat pengawet dan protein dalam makanan siap saji sosis. J Sains dan Teknologi Farmasi. 13(1): 1-6.
James J, Baker C, dan Swain H. 2008. Prinsip-prinsip Sains Untuk Keperawatan. Jakarta (ID): Erlangga.
Makfoeld D. 2008. Kamus Istilah Pangan dan Nutrisi. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Marzuki I, Amirullah, dan Fitriana. 2010. Kimia dalam Keperawatan. Takalar (ID): Pustaka As Salam.
Ochei J, dan Kolhatkar A. 2000. Medical Laboratory Science: Theory and Practice. New Delhi (IN): Tata McGraw-Hill.
Patong AR. 2012. Biokimia Dasar. Makasar (ID): Lembah Harapan Press.
Prasad NK. 2010. Downstream Process Technology: A New Horizon in Biotechnology. New Delhi (IN): PHI Learning.
Sumardjo D. 2009. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksata. Jakarta (ID): EGC.
Sudjadi. 2008. Bioteknologi Kesehatan. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Yuwono T. 2005. Biologi Molekular. Jakarta (ID): Erlangga.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

DMCA.com Copyright © 2013 Enjoy The Pain - Powered By Blogger - Editing By Jaringan Fathan