Posted by : Unknown
October 27, 2016
Laporan Praktikum Hari/Tanggal : Kamis/14 dan 21 April 2016
Biokimia Umum Waktu : 15.00-18.00 WIB
PJP : Syaefudin, SSi, MSi
Asisten : Rizki Rinda
M Fakhri R
M Maftuchin Sholeh
Annisa Dhiya Athiyyah K
ENZIM
Kelompok
1
Ita Lestari Telaumbanua B04140189
Fathan Abdul
Aziz B04150059
Faza Adriani
Nurfazri B04150153
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016
PENDAHULUAN
Saliva merupakan cairan rongga mulut yang berfungsi
antara lain melindungi jaringan dalam rongga mulut dengan cara pembersihan
secara mekanis untuk mengurangi akumulasi plak, lubrikasi, elemen gigi-geligi,
pengaruh dapar, agregasi bakteri yang dapat menghambat kolonisasi
mikroorganisme aktivitas antibakteri, pencernaan, retensi kelembapan, dan
pembersihan makanan. Fungsi perlindungan ini sangat dipengaruhi oleh perubahan
– perubahan yang berhubungan dengan komposisi maupun viskositas, derajat
keasaman, serta susunan ion dan proteinnya (Anwar et al. 2007). Saliva sebagian besar yaitu sekitar 90 persennya
dihasilkan saat makan yang merupakan reaksi atas rangsangan yang berupa
pengecapan dan pengunyahan makanan. Di dalam mulut, saliva adalah unsur penting
yang dapat melindungi gigi terhadap pengaruh dari luar, maupun dari dalam
rongga mulut itu sendiri. Saliva juga mampu melakukan aktivitas antibakterial
karena mengandung beberapa komponen yang antara lain adalah lisosim, sistem
laktoperoksidase-isitiosianat, laktoferin, dan imunoglobulin ludah (Soesilo et al. 2005).
Stimulus dalam sekresi saliva berasal dari dalam
rongga mulut. Stimulus tersebut terdiri atas stimulus mekanik dan stimulus
kimiawi. Stimulus mekanik tampak dalam bentuk gerak pengunyahan, sedangkan
stimulus kimiawi tampak dalam bentuk efek kesan pengecapan. Kedua jenis
stimulus tersebut membangkitkan kegiatan refleks salivasi. Proses mengunyah
merupakan stimulus mekanik yang merangsang peningkatan sekresi saliva,
sedangkan pengecapan merupakan informasi sensorik yang berhubungan dengan
stimulus kimiawi yang dapat meningkatkan kecepatan aliran saliva. Stimulus
kimiawi yang bersifat asam merupakan stimulus yang paling kuat dalam memberikan
rangsang untuk mensekresikan saliva (Haroen 2002). Faktor lain yang
mempengaruhi sekresi saliva yaitu faktor psikologi, usia lanjut, meningkatnya
kadar urea plasma serta pemberian obat komplikasi dan jenis kelamin (Utoyo et al. 2016).
Derajat keasaman (pH) saliva normal berkisar antara
6.7 – 7.3. Derajat keasaman dan kapasitas dapar saliva dapat dipengaruhi oleh
irama siang dan malam, diet, dan perangsangan kecepatan sekresi. Volume saliva
setiap 24 jam berkisar antara 500-600 ml. Jumlah saliva yang disekresikan dalam
keadaan tidak terstimulasi sekitar 0.32 ml/menit, sedangkan dalam keadaan
terstimulasi mencapai 3-4 ml/menit (Anwar et al. 2007).
Saliva disekresi oleh 3 pasang kelenjar ludah, yaitu
kelenjar parotis, submaksilaris, dan sublingualis. Sekitar 99.3% saliva adalah
air dan sisanya zat padat yang berupa zat organik dan anorganik. Zat organik
tersebut antara lain musin yang berperan sebagai pelicin rongga mulut untuk
menelan dan enzim ptialin (salivary
amylase) yang dapat mengkatalis hidrolisis atau pemecahan makro molekul amilum
(Sumardjo 2009).
Amilase merupakan
suatu enzim
yang terkandung dalam saliva. Amilase bekerja dalam mengkatalisis
pemecahan pati menjadi
gula. Enzim amilase terbagi
menjadi endoamilase dan eksoamilase. Endoamilase dikenal sebagai
α-amilase, mengatalis pemutusan ikatan glikosidik α-1,4 molekul amilum secara
acak dari dalam. Hasil hidrolisisnya adalah dekstrin. Eksoamilase dikenal
sebagai β-amilase, mengatalisis pemutusan ikatan glikosidik α-1,4 molekul amilum
dari ujung molekul yang tidak tereduksi. Jadi, pemutusannya dari arah luar.
Enzim ini tidak memutus ikatan glikosidik β-1,4 dan ikatan glikosidik α-1,6. Enzim
Amilase merupakan komponen yang sangat penting pada proses pencernaan makanan.
Enzim ini mengubah karbohidrat menjadi gula yang pada akhirnya diubah menjadi
ATP (Sumardjo 2009).
Faktor yang memepengaruhi kerja
enzim adalah suhu, pH ,keasaman dan konsentrasi substrat dan kofaktorInhibitor
enzim. Suhu
optimum untuk enzim amilase berkisar 100C-380C, sebagian
enzim menjadi tidak aktif pada pemanasan sampai lebih dari 600C dan
mengalami denaturasi. Selain suhu faktor lain yang juga berperan dalam
aktivitas enzim adalah pH. Enzim menjadi
nonaktif bila diperlakukan pada asam basa yang sangat kuat. Sebagian besar
enzim dapat bekerja paling efektif pada kisaran pH 6.8 di luar pH optimum
tersebut, kenaikan atau penurunan pH menyebabkan penurunan aktivitas enzim
dengan cepat (Margaretha 2003).
Praktikum bejudul Enzim. Praktikum enzim bertujuan
menentukan sifat dan susunan air liur. Tujuan lainnya dari praktikum enzim
yaitu menentukan sifat dan susunan getah lambung.
METODE
Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum mata kuliah biokimia berjudul Enzim.
Pratikum ini dilakukan pada hari kamis tanggal 14 dan 21 April 2016. Praktikum
bertempat di Laboratorium Pendidikan Departemen Biokimia Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ialah gelas piala, pipet volumetrik, pipet tetes, tabung reaksi, rak tabung
reaksi, penangas air, bulp, glass wool, stopwatch,
kertas
saring, corong, penjepit tabung reaksi,papan
porselen, lakmus FF, dan
lakmus MO. Adapun
bahan-bahan yang digunakan ialah air liur atau saliva,
asam
asetat, Na-karbonat 0,1%, akuades, larutan kanji 1%, HCL, pereaksi iodium, pereaksi Benedict, asam sulfat pekat, HNO3 10%, AgNO3
2%, HCL 10% BaCL2,
larutan urea 10%, pereaksi molibdad dan larutan ferosulfat khusus.
Prosedur Percobaan
Sifat Fisik dan
Susunan Air Liur
Pembuatan sampel
enzim amilase,
rongga mulut dibersihkan dengan cara berkumur-kumur sebanyak 3 kali. Kertas
saring yang dibasahi asam asetat encer (untuk menstimulasi air liur) dimasukan
ke dalam mulut. Air liur dikumpulkan sampai 50 mL dan emulsi yang terbentuk disaring
dengan glass wool. Air liur yang
telah dikumpulkan akan digunakan untuk uji reaksi dengan lakmus PP dan MO, uji
terhadap pereaksi Biuret, Millon dan Molisch, uji terhadap klorida, sulfat dan
fosfat, serta uji terhadap Musin.
Uji reaksi
dengan lakmus FF dan MO, sebanyak dua buah tabung reaksi disiapkan dan
sebanyak 1 tetes saliva dipipet ke dalam papan uji. Sampel pertama diberi 3
tetes indikator fenolftalein dan sampel kedua diberi 3 tetes indikator metil
orange. Kedua tabung diuji keasaman dan kebasaannya dengan kertas lakmus.
Uji terhadap
pereksi Biuret,
sebanyak 1 mL sampel air liur (saliva) dipipet ke dalam tabung reaksi. Sampel
kemudian ditambahkan beberapa tetes pereaksi Biuret. Pereaksi biuret
ditambahkan sampai larutan berubah warna menjadi violet.
Uji terhadap
pereaksi Molisch,
sebanyak 1 mL sampel air liur (saliva) dipipet ke dalam tabung reaksi. Sebanyak
ditambahkan 2 tetes peraksi Molisch dan 1.5 mL H2SO4 (P) (dilewatkan
melalui dinding). Cincin berwarna ungu menunjukkan hasil (+), cincin berwarna
coklat atau kuning menunjukkan hasil (-).
Uji klorida, sebanyak 1 mL
sampel air liur (saliva) dipipet ke dalam tabung reaksi. Sampel kemudian
ditambahkan 1 mL AgNO3 2% dan 1 mL HNO3 10%. AgNO3 2% dan HNO3 10% ditambahkan sampai
terbentuk endapan berwarna putih.
Uji sulfat, sebanyak 1 mL
sampel air liur (saliva) dipipet ke dalam tabung reaksi. Sampel kemudian
ditambahkan 1 mL BaCl2 dan 1 mL HCl 10%. BaCl2 dan HCl
10% ditambahkan sampai terbentuk endapan berwarna putih.
Uji fosfat, sebanyak 1 mL
sampel air liur (saliva) dipipet ke dalam tabung reaksi. Sampel kemudian
ditambahkan 1 mL urea 10%, 1 mL pereaksi Molibdat dan 1 mL ferosulfat sampai
larutan berubah warna menjadi biru (+). Jika larutan berwarna kuning, maka
hasil negatif.
Uji musin, sebanyak 2 mL
sampel air liur (saliva) dipipet ke dalam tabung reaksi. Sampel kemudian
ditetesi asam asetat pH 4,5. Asam asetat ditambahkan sampai terbentuk endapan.
Pengaruh suhu
pada aktivitas amilase air liur, sebanyak 4 buah tabung reaksi disiapkan
dan masing-masing tabung diisi dengan 2 mL sampel air liur (saliva) dan 2 mL
aquades. Tabung dikocok dan masing-masing disimpan pada suhu yang berbeda.
Tabung 1 diletakkan di dalam penangas es bersuhu 10˚C, tabung 2 diletakkan pada
suhu ruang 25˚C, tabung 3 dan 4 diletakkan di dalam penangas air yang bersuhu
37˚C dan 100˚C selama 15 menit. Setelah itu pada masing-masing tabung
ditambahkan 2 mL larutan kanji 1%. Larutan dikocok dan dikembalikan ke
masing-masing kondisi sebelumnya selama 10 menit. Kemudian isi tabung dipindahkan
menjadi dua bagian, satu bagian isi tabung diuji dengan peraksi yodium
sedangkan bagian yang lain diuji menggunakan pereaksi Benedict.
Pengaruh ph terhadap aktivitas amilase air liur, sebanyak empat tabung reaksi masing-masing
di isi dengan 1 mL HCL, 1 mL asam asetat, 1 mL Na-karbonat 0,1% dan 1 mL akuades. Nilai
pH dari masing-masing tabung adalah 1, 5, 7, dan 9. Kemudian tambahkan larutan
kanji 1% dan 1 mL air liur pada tiap-tiap tabung. Lalu tabung dikocok dan
pindahkan ke penangas air bersuhu 37 ̊ C selama 15 menit. Selanjutnya, isi tabung dipindahkan
menjadi dua bagian, satu bagian tabung diuji dengan pereaksi Yodium dan bagian yang lain
diuji dengan pereaksi Benedict.
Hidrolisis pati oleh amilase air liur, sebanyak 2 mL
air liur dibubuhkan kedalam larutan pati atau kanji 1% kemudian dikocok. Lalu
tabung disimpan pada penangas air dengan suhu 37 ̊C. Selanjutnya setiap
selang 0,5 menit pindahkan satu tetes
bahan percobaan ke papan persolen dan ditetesi dengan pereaksi Yodium.
Percobaan ini dilakukan sampai didapat perubahan warna dari biru, kecoklatan,
hingga tak berwarna atau warna larutan sama dengan warna Yodium. Kemudian
tambahkan peraksi Benedict dan bandingkan hasilnya.
Hidrolisis pati mentah oleh amilase air liur, sebanyak 5 mL akuades ditambahkan pada tabung reaksi yang
telah terisi sedikit tepung pati. Tabung kemudian dikocok. Tabung ditambahkan
10 tetes saliva dan disimpan pada suhu 37 ̊ C selama 20 menit. Isi tabung
disaring dan diuji filtratnya terhadap produk hidrolisis pati oleh amilase.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Saliva mengandung
komponen-komponen yang terkandung didalamnya. Komponen tersebut terdiri dari
zat organik dan anorganik. Zat organik antara lain yaitu musin dan ptialin atau
enzim amilase. Zat anorganik dalam saliva berupa ion-ion. Ion-ion utama yang
ditemukan dalam saliva adalah kalsium dan fosfat yang berperan penting dalam
pembentukan kalkulus. Ion-ion lain yang memiliki jumlah yang lebih kecil
terdiri dari sodium, potasium, klorida, sulfat dan ion-ion lainnya. Saliva
terdiri atas 99.24% air dan 0.58% terdiri atas ion-ion Ca2+, Mg2+,
Na+, K+, PO43-, Cl-, HCO3-,
SO42- (Maryati 2000).
Derajat keasaman (pH) saliva normal berkisar antara
6.7 – 7.3. Derajat keasaman dan kapasitas dapar saliva dapat dipengaruhi oleh irama
siang dan malam, diet, dan perangsangan kecepatan sekresi. Volume saliva setiap
24 jam berkisar antara 500-600 ml. Jumlah saliva yang disekresikan dalam
keadaan tidak terstimulasi sekitar 0.32 ml/menit, sedangkan dalam keadaan
terstimulasi mencapai 3-4 ml/menit (Anwar et al. 2007).
Prinsip uji Moslich adalah heksosa atau pentosa mengalami dehidrasi oleh
pengaruh asam sulfat pekat menjadi hidroksimetilfurfural atau furfural dan
kondensasi aldehida yang terbentuk ini dengan α-naftol membentuk senyawa yang
berwarna khusus untuk polisakarida dan disakarida menjadi heksosa dan pentosa,
dan diikuti oleh proses dehidrasi dan proses kondensasi. Hasil positif timbul
jika timbul cincin merah ungu yang merupakan kondensasi antara furtural atau
hidroksimetil furfural dengan α-naftol dengan pereaksi Moslich. Warna hijau menunjukkan
reaksi negatif (Sumardjo 2009).
Prinsip uji biuret adalah ikatan peptida dapat
membentuk senyawa kompleks Cu dengan gugus –CO dan –NH berwarna ungu
dengan penambahan garam kupri dalam suasana basa. Biuret adalah senyawa dengan dua ikatan peptida yang terbentuk pada
pemanasan dua molekul urea. Uji biuret digunakan untuk mengetahui adanya ikatan
peptida pada sampel (Carpette 2005).
Tabel
1 Sifat dan susunan air liur
Uji
|
Hasil
|
Pengamatan
|
Gambar
|
FF
|
+
|
Putih
bening (tidak berwarna)
|
|
MO
|
+
|
Jingga
|
|
Biuret
|
+
|
Ungu
|
|
Molisch
|
+
|
Ungu
|
|
Klorida
|
+
|
Terdapat
endapan putih
|
|
Musin
|
+
|
Terdapat
endapan putih
|
|
Sulfat
|
+
|
Putih
keruh
|
|
Fosfat
|
-
|
Kuning
|
Keterangan: (+) : positif terhadap pengujian
(-) : negatif terhadap pengujian
Uji fenolftalein (FF) dan metil oranye (MO)
digunakan untuk mencari pH dari saliva. Dari uji ini dapat diketahui apakah
saliva bersifat asam atau basa. FF merupakan pereaksi yang tak berwarna pada pH
asam, sedangkan MO merupakan pereaksi yang berwarna orange pada pH asam.
Fenolftalein (FF) memiliki rentang pH 8.0 – 9.6 dengan perubahan warna dari tak
berwarna menjadi merah muda. Sementara itu, metil orange (MO) memiliki rentang
pH 3.1 – 4.4 dengan perubahan warna dari merah menjadi kuning (Day dan
Underwood 2001).
Prinsip uji Klorida adalah
mencampurkan saliva dengan AgNO3 dalam suasana asam sehingga
terbentuk endapan putih. Endapan putih pada hasil pencampuran uji Klorida
merupakan AgCl yang mengendap. Praktikan menggunakan HNO3 untuk
membuat suasana menjadi asam. Hasil yang diamati praktikan ini sudah sesuai
dengan literatur yang dirujuk, bahwa air liur mendapat sedikit sumbangan Cl
yang berasal dari cairan gigi. Ketika larutan uji dicampurkan dengan AgNO3
dalam suasana asam akan membentuk endapan putih atau AgCl. Uji fosfat merupakan
uji untuk mengetahui adanya ion fosfat pada suatu larutan. Hasil uji fosfat
bereaksi negatif dengan terbentuknya warna hijau kekuningan dan bereaksi
positif dengan terbentuknya warna biru. Uji sulfat dilakukan untuk menguji
kandungan sulfat dalam saliva. Pengujian sulfat ini menggunakan BaCl2
yang akan membentuk BaSO4 yang memiliki kelarutan rendah sehingga
akan mengakibatkan terbentuknya endapan dalam larutan yang diasamkan. Uji musin
dilakukan untuk menguji keberadaan musin di dalam saliva. Keberadaan sulfat dan
fosfat pada air liur tidak mutlak. Adanya hal ini bergantung pada makanan yang
dikonsumsi (Maryati 2000).
Pada praktikum enzim uji FF dan
MO menunjukan bahwa saliva bersifat asam. Pada uji FF sampel berwarna putih
bening dan pada uji MO berwarna jingga. Uji biuret, molisch, musin, klorida,
dan sulfat menunjukan reaksi positif. Reaksi positif tersebut menunjukan bahwa
saliva mengandung protein, gula pereduksi, musin, klorida, dan sulfat. Uji
fosfat menunjukan reaksi negatif yang berarti bahwa saliva tidak mengandung
fosfat. Hal tersebut sesuai dengan literatur bahwa saliva mengandung komponen
komponen yang di uji dan saliva bersifat asam.
Tabel
2 Pengaruh suhu pada aktivitas amilase air liur
Suhu
(o C)
|
intensitas
|
Perubahan warna
|
gambar
|
|||||||
iod
|
benedict
|
iod
|
benedict
|
iod
|
benedict
|
|||||
10
|
kuning
|
hijau
|
-
|
+
|
||||||
Ruang
|
kuning
|
hijau
|
-
|
+
|
||||||
37
|
kuning
|
hijau
|
-
|
+
|
||||||
100
|
hitam
|
Biru
|
+
|
-
|
||||||
Keterangan: (+) : positif terhadap pengujian
(-) : negatif terhadap pengujian
Hampir semua enzim merupakan
protein yang sifatnya fungsional, bukan struktural, namun tidak semua protein
bertindak sebagai enzim. Dua sifat penting enzim adalah memiliki daya katalitik
yang sangat besar dan sangat spesifik. Faktor yang mempengaruhi kerja enzim
yaitu, konsentrasi substrat, konsentrasi enzim, pH, dan suhu (Sumardjo 2009).
Suhu merupakan faktor penting
dalam aktivitas enzim. Kecepatan suatu reaksi enzimatik meningkat sejalan
dengan meningkatnya suhu pada suatu titik tertentu. Kecepatan reaksi enzimatik
akan menurun drastis jika di luar suhu
aktivitas kerjanya menjadi nol. Pemanasan atau pada suhu tinggi enzim
merupakan suatu protein yang akan mengalami sehingga denaturasi. Enzim tidak
dapat bekerja secara optimal apabila suhu lingkungan terlalu rendah atau
terlalu tinggi. Hasil pada tabel diatas menunjukkan hasil positif pada suhu 10
o C, suhu ruang, suhu 37 o C
pada uji benedict, sedangkan pada uji iod hasilnya negatif. Suhu 100 o C
positif pada uji iod dan negatif pada uji benedict. Hasil positif menunjukkan
adanya aktivitas enzim.
Tabel
3 Pengaruh pH pada aktivitas amilase air liur
Larutan
|
intensitas
|
Perubahan warna
|
gambar
|
|||
iod
|
benedict
|
iod
|
benedict
|
iod
|
benedict
|
|
Hcl
0,1 %
|
biru
pekat
|
biru
|
+
|
-
|
||
Asam
asetat 0,1 %
|
biru
pekat
|
biru
|
+
|
-
|
||
Aquades
|
kuning
|
hijau
|
-
|
+
|
||
Na-karbonat
0,1 %
|
kuning
|
hijau
|
-
|
+
|
Keterangan: (+) : positif terhadap pengujian
(-) : negatif terhadap pengujian
Tabel 4 Titik
Akromatik Amilase Saliva
Sampel
|
Titik
Akromatik
|
Hasil
(I)
|
Perubahan
Warna (I)
|
Gambar
|
Pati
Matang
|
30
detik
|
++
|
Coklat
|
|
1
menit
|
+
|
Kuning
dengan sedikit kehitaman
|
||
1,5
menit
|
-
|
Kuning
kecoklatan
|
||
2
menit
|
-
|
Kuning
kecoklatan
|
||
2,5
menit
|
-
|
Kuning
pekat
|
||
3
menit
|
-
|
Kuning
agak pekat
|
||
3,5
menit
|
-
|
Kuning
cerah
|
||
Pati
matang yang dipanasi + benedik
|
+
|
Hijau
kekuningan dan endapan
|
||
Pati
Mentah
|
0
detik
|
+++
|
Hitam
pekat
|
|
30
detik
|
+++
|
Hitam
|
||
1
menit
|
++
|
Kuning
kehitaman
|
||
1,5
menit
|
++
|
Kuning
kehitaman
|
||
2
menit
|
++
|
Kuing
kehitaman
|
||
2,5
menit
|
++
|
Hitam
sedang
|
||
3
menit
|
+
|
Hitam
sedikit
|
||
3,5
menit
|
+
|
Hitam
sedikit
|
||
4
menit
|
+
|
Kuning
kecoklatan
|
||
4,5
menit
|
+
|
Kuning
kecoklatan dengan sedikit hitam
|
||
5
menit
|
+
|
Kuning
coklat
|
||
5,5
menit
|
+
|
Kuning
sedikit hitam
|
||
6
menit
|
+
|
Sedikit
hitam
|
||
6,5
menit
|
+
|
Sedikit
hitam
|
||
7
menit
|
+
|
Coklat
sedikit
|
||
7,5
menit
|
+
|
Kuning
|
||
8
menit
|
-
|
Kuning
cerah
|
||
Pati
mentah + dengan benedict
|
Tidak dilakukan
|
Keterangan:
(+) Iod : mengandung pati (+) benedict: mengandung gula
pereduksi
(-) Iod : tidak mengandung pati (-) benedict:
tidak mengandung gula
Pereduksi
Pati yang digunakan adalah pati matang, pati yang
sudah mengalami proses pemanasan sebelumnya. Pati yang sudah matang selanjutnya
di campurkan dengan saliva yang mengandung amilase dan mengalami pemanasan
dengan suhu 37oC. Dalam
percobaan didapatkan hasil bahwa warna saat tiga puluh detik dan satu menit
berwarna coklat saat ditetesi iod, namun ketika sudah satu setengah menit
sampel langsung berubah menjadi kuning. Seharusnya pati matang akan mengalami
perubahan dari kehitaman karena masih mengandung pati dilanjutkan kecoklat dan
kuning. Dari hasil menunjukkan bahwa percobaan yang dilakukan gagal, hal ini
dapat dikarenakan kesalahan paralax dan dari praktikan. Kesalahan paralax yaitu
pada alat yang digunakan masih tersisa senyawa kimia lain sehingga tercampur
dengan sampel. Kesalahan praktikan adalah saat melakukan uji, praktikan tidak
langsung memasukkan sampel ke tampat pemanasan ketika sudah tercampur sempurna
sehingga hasilnya tidak seperti
literatur. Ketika sampel yang sudah dipanasi titetesi dengan larutan benedik
diperoleh hasil positif yang ditandai dengan warna hijau kekuningan dan
terdapat endapan.
Pati mentah merupakan pati yang tidak megalami
proses pemanasan. Dalam
percobaan hidrolisis pati mentah dengan amilase air liur dilakukan dengan cara mencampurkan pati mentah satu sudip
kedalam tabung reaksi ditambahkan dengan saliva yang mengandung amilase
sebanyak 2 mL tanpa ada penambahan aquades dan penyaringan. Hal ini dikarenakan
pada pati mentah yang di tambahkan aquades lalu disaring lalu ditambahkan iod
hasilnya menjadi negatif tidak mengalami perubahan warna menjadi hitam. Campuran air liur dengan pati
selanjutnya mengalami pemanasan dengan suhu 37oC
dan setiap
30 detik sampel diambil dan ditetesi iod. Dari hasil percobaan di dapatkan hasil
selama delapan menit pemanasan dengan suhu 37oC
menghasilkan warna hitam pekat saat masih tiga
puluh detik dan pada waktu ke delapan menit berubah menjadi kuning. Warna hitam
pada saat ditetesi iod menunjukkan bahwa reaksi positif dan mengandung
pati karena pati belum terhidrolisis
oleh amilase. Sedangkan
warna kuning menunjukkan saat iod gagal merubah warna substratnya atau disebut
dengan titik akromatik (Agarwal et a.l
2007). Percobaan pati mentah terjadi perubahan warna yang sedikit berbeda dari
literatur, yang seharusnya perubahan akan berurut setelah hitam menjadi coklat
dan selanjutnya kuning, namun pada percobaan warna hitam ke coklat dan kembali
ke hitam lagi. Hal ini di karenakan karena campuran tidak homogen sehingga
menggumpal di bagian bawah tabung. Jadi ketika diambil sampel pati yang didasar
terambil sehingga warna kembali ke hitam lagi. Fungsi yodium dalam uji adalah
untuk mengetahui polisakarida. Prinsipnya uji yodium adalah mengetahui kandunga polisakarida sepertinya adanya dekstrin, amilum dan pati
pada sampel. Pati yang ditetesi dengan iodium akan menghasilkan warna hitam,
semakin pekat warna yang dihasilkan maka semakin besar kandungan polisakaridanya
(Muchtadi 2009).
Pada pati mentah tidak diuji dengan benedik karena sampel yang diuji habis
pada saat titik akromatiknya. Dari titik akromatik pati matang selama tiga
setengah menit dan pati mentah delapan menit diperoleh bahwa pati matang lebih
cepat terhidrolisis dari pada pati yang mentah.
SIMPULAN
Saliva
merupakan cairan rongga mulut yang memiliki sifat asam. Komponen komponen yang
terdapat dalam saliva yaitu zat organik dan anorganik. Zat
organik antara lain yaitu musin dan ptialin atau enzim amilase. Zat anorganik
dalam saliva berupa ion-ion. Zat anorganik yang terdapat dalam saliva yaitu
sulfat, klorida, dan fosfat. Saliva juga engandung protein, protein dapat
dideteksi karena adanya enzim amilase yang berupa protein.
DAFTAR PUSTAKA
Agarwal GR, Agarwal OP, Agarwal K.
2007. Textbook of Biochemistry Fourth
Edition. Meerut (IN): GOEL Publishing House.
Anwar DA, Supratinah AI,
Handjani J. 2007. Efek kumur teh hijai (Camellia
sinensis) terhadap derajat keasaman dan volume saliva penderita gingivitis.
Indonesian Journal of Dentistry.
14(1) : 22-26.
Carpette. 2005. An Introduction to Practical Biochemistry. Great Britany (UK):
Mc Graw Hill Book Company.
Day RA, Underwood AL. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam.
Jakarta (ID): Erlangga.
Haroen ER. 2002. Pengaruh stimulus pengunyahan
dan pengecapan terhadap kecepatan aliran dan pH saliva. J Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. 9(1) : 29-34.
Margaretha M. 2003. Penapisan dan karakteristik
sejumlah isolat bakteri thermofilik amilolitik [skripsi]. Bogor (ID) : Institut
Pertanian Bogor.
Maryati S. 2000. Sistem Pencernaan Makanan.
Jakarta (ID): Erlangga.
Muchtadi D. 2009. Pengantar Ilmu Gizi. Bandung (ID):
Alfabet.
Soesilo D, Santoso RE, Diyatri I. 2005. Peranan
sorbitol dalam mempertahankan kestabilan pH saliva pada proses pencegahan
karies. J Kedokteran Gigi. 38(1) :
25-28.
Sumardjo D. 2009. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah
Mahasiswa Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksata. Jakarta (ID):
EGC.
Utoyo B, Yuwono P, Kusumawati
WT. Pengaruh stimulasi pemberian tablet hisap vitamin c terhadap peningkatan
sekresi saliva pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi
hemodialisadi rs pku muhammadiyah gombong. J
Ilmiah Kesehatan Keperawatan. 12 (1) : 13-19.
Terimakasih telah membaca artikel LAPORAN BIOKIMIA ENZIM. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL https://jaringanfathan.blogspot.com/2016/10/enzim.html. Jika ingin copy paste artikel ini, jangan lupa untuk mencantumkan link sumber.