Posted by : Unknown
October 27, 2016
Laporan Praktikum Hari/Tanggal : Kamis/18 Februari 2016
Biokimia Umum Waktu : 15.00-18.00 WIB
PJP : Syaefudin, SSi, MSi
Asisten : M. Maftuchin Sholeh
Sabighoh Zanjabila
Sri Novita S.
Faris Wahyu Purnoma
BIOFISIK
Kelompok
1
Ita Lestari
Telaumbanua B04140189
Fathan Abdul Aziz B04150059
Faza Adriani
Nurfazri B04150153
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016
PENDAHULUAN
Biofisik merupakan ilmu yang mempelajari
fenomena fisika di dalam tubuh makhluk hidup. Fenomena fisik yang dimaksud
ialah bobot jenis, tegangan permukaan dan emulsi. Bobot jenis dapat ditentukan
dengan menggunakan densitometer. Densitometer merupakan
alat untuk mengukur bobot jenis suatu cairan pada temperatur 60ºF atau 15,55ºC.
Densitometer memiliki skala 1,000-1,060 g/ml. Bobot
jenis dipengaruhi oleh suhu, jika suhu meningkat maka molekul-molekul zat akan
bergerak, mengembang, hingga menguap, sehingga bobot jenis akan berkurang.
Sedangkan jika suhu turun, jarak antar molekulnya akan semakin rapat, sehingga
zat akan mengkerut dan menyebabkan bobot jenis bertambah (Young et.al 2002).
Bobot Jenis adalah rasio bobot
suatu zat terhadap bobot zat baku yang volumenya sama pada suhu yang sama dan dinyatakan
dalam desimal. Bobot jenis berbeda dengan kerapatan. Kerapatan adalah massa per
satuan volume, yaitu bobot zat per satuan volume. Bobot
jenis menggambarkan hubungan antara bobot suatu zat terhadap bobot suatu zat
baku, misalnya air (Ansel et.al
2006).
Tegangan permukaan cairan
merupakan daya tahan lapisan tipis permukaan suatu
cairan terhadap usaha untuk merubah luas permukaan cairan tersebut.
Sejumlah observasi umum menunjukan bahwa permukaan zat cair berperilaku seperti
membran yang teregang karena tegangan. Sebagai contoh, jarum baja dapat
diapungkan di permukaan air walaupun massa jenisnya lebih besar dari air.
Permukaan zat cair berperilaku seakan-akan mengalami tegangan, dan tegangan
ini, yang bekerja sejajar dengan permukaan, muncul dari gaya tarik antar
molekul. Efek itulah yang disebut sebagai tegangan permukaan (Giancoli 2001).
Emulsi merupakan sediaan yang
mengandung dua fase yang tidak tercampur, contohnya air dan minyak, dimana
cairan yang satu terdispersi menjadi tetesan-tetesan kecil (droplet) dalam cairan lainnya yang
distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok. Sistem emulsi
umumnya mudah rusak dengan penambahan energi serta seiring berjalannya waktu. Berdasarkan tipenya emulsi terdiri
dari dua yakni emulsi W/O (butiran air terdispersi
dalam minyak) dan emulsi O/W (butiran minyak
terdispersi dalam air) (Anief 2000).
Tujuan
Praktikum ini
bertujuan menentukan bobot jenis suatu larutan. Praktikum ini juga bertujuan
mengamati perbedaan tegangan permukaan pada berbagai jenis larutan. Tujuan
lainnya yaitu mengamati perbedaan sifat berbagai jenis emulsi.
METODE
Waktu
dan Tempat Praktikum
Praktikum
pertama mata kuliah biokimia berjudul Bobot Jenis (BJ), Tegangan Permukaan, dan
Emulsi. Pratikum ini dilakukan pada hari kamis tanggal 18 Februari 2016.
Praktikum Biokimia bertempatan di Laboratorium Biokimia, Fakultas Peternakan
IPB.
Bahan dan Alat
Pada praktikum tersebut digunakan bahan NaCl 0,3%,
NaCl 0,9%, NaCl 5%, glukosa 5%, air kelapa, air kran, dan larutan albumin 0,2%.
Bahanr-bahan tersebut digunakan untuk mengukur BJ dari berbagai jenis larutan.
NaCl 20%, alkohol, minyak tanah, cairan empedu, air kelapa, air sabun digunakan
untuk menentukan tegangan permukaan cairan. Margarin, susu, Gum arab, minyak
kelapa, dan air. Digunakan untuk mempelajari sistem emulsi.
Alat yang digunakan untuk percobaan mengukur BJ
berbagai jenis cairan adalah termometer, gelas ukur, dan Hidromter. Alat yang
digunakan untuk menentukan tegangan permukaan cairan adalah gelas arloji, pipet
tetes dan jarum. Alat yang diperlukan untuk melakukan praktikum sistem emulsi
adalh tabung reaksi, mikroskop.
Prosedur
Mengukur BJ dari
berbagai cairan
Masukan aquades, NaCl 0,3%, NaCl 0,9%, NaCl 5%,
glukosa 5%, air kelapa, air kran, dan larutan albumin 0,2% ke dalam gelas ukur
secara bergantian. Ukur suhu cairan dengan termometer, masukan densitometer ke
dalam gelas ukur untuk menghitung BJ larutan, jangan sampai meyentuh dinding
tabung.
Mengukur Bobot Jenis Urine Manusia
Urine secukupnya dimasukkan ke dalam .gelas ukur dan
diukur suhunya dengan termometer. Densitometer dimasukkan ke dalam gelas ukur
tanpa menyentuh dinding tabung untuk mengukur BJ urine. Skala pada densitometer
dibaca dan dilakukan pengoreksian terhadap suhu untuk menentukan BJ urine
tersebut.
Menentukan
tegangan permukaan cairan alamiah
Letakkan jarum di atas gelas arloji dengan perlahan
gelas arloji diisi dengan air hingga jarumnya terapung. Kemudian ulangi
percobaan ini menggunakan cairan empedu, air sungai, air kelapa, larutan
detergen.
Jumlah tetesan
dan tegangan permukaan
Siapkan larutan Na2Cl 20%, Alkohol, air sabun, dan
minyak tanah. Ukur masing-masing larutan sebanyak 1 ml, kemudian ambil
menggunakan pipet tetes sampai habis. Pegang lurus pipet, diamkan dalam posisi
tegak diatas gelas ukur selama 2 menit. Hitung jumlah tetes an yang keluar dari
pipet tersebut selama 2 menit.
Emulsi
Minyak Kelapa dan Air
Tabung reaksi diisi dengan minyak kelapa dan air dengan volume
sama dan dikocok. Tabung reaksi dikocok untuk memeriksa kestabilannya. Amati
tercampur atau terpisah antara minyak kelapa dan air. Larutan ditambahkan sudan
merah untuk mewarnai minyak kelapa dan diamati di bawah mikroskop.
Emulsi
Minyak Kelapa dan Sabun
Tabung reaksi
diisi dengan minyak kelapa dan sabun dengan volume sama dan dikocok. Larutan
tersebut dikocok lebih keras untuk memeriksa kestabilannya. Amati terpisah atau
tercampur antara minyak kelapa dan sabun. Larutan ditambahkan sudan merah untuk
mewarnai minyak kelapa dan diamati di bawah mikroskop.
Emulsi
Minyak Kelapa dan Gum Arab
Gum Arab ditimbang sebanyak 1 g dan dicampurkan dengan 5 mL minyak
kelapa di dalam mortar yang benar-benar kering. Campuran itu digerus sampai
homogen dan ditambahkan 3 mL air. Campuran diaduk lagi sampai homogen dan
ditambahkan air sebanyak 5 mL sedikit demi sedikit sambil diaduk. Emulsi
tersebut dipindahkan dalam tabung reaksi dan diamati di bawah mikroskop.
Emulsi
Alamiah
Susu secukupnya dimasukkan ke dalam sebuah tabung reaksi dan
diamati secara langsung stabilitasnya. Stabilitas susu juga diamati di bawah
mikroskop.
Emulsi
Industri
Ambil sedikit margarin dan amati stabilitasnya di bawah mikroskop.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1.
Pengukuran Bobot Jenis (BJ)
Larutan
|
Tlarutan (°C)
|
BJterukur (gr/ml)
|
BJterkoreksi (gr/ml)
|
Air keran
|
29
|
1,002
|
1,005
|
NaCl 0,3%
|
30
|
1,004
|
1,007
|
NaCl 0,9%
|
28
|
1,002
|
1,005
|
NaCl 5%
|
30
|
1,036
|
1.039
|
Glukosa 5%
|
30
|
1,024
|
1,027
|
Albumin 2%
|
30
|
1,034
|
1,011
|
Urin laki-laki
|
36
|
1,.018
|
1,023
|
Urin perempuan
|
33
|
1,018
|
1,022
|
Contoh
perhitungan : BJ Albumin
Fakor koreksi (FK) = (Suhu
larutan/3 − Suhu tera / 3) 10-3= (30/3−20/3) 10-3= 0,003
BJterkoreksi =
BJterukur + FK = 1.008 + 0.003 = 1.011 g/ml
Percobaan
pertama menggunakan densitometer, untuk mengukur bobot jenis dari suatu
larutan, Penghitungnya dengan menggunakan selisih suhu dari suatu larutan
dengan suhu yang ada di densitometer ataupun sebaliknya. Bobot jenis larutan
tergantung pada jumlah zat yang terlarut pada larutan tersebut.
Densitometer adalah alat yang digunakan untuk
mengukur Bj cairan pada temperatur 60°F atau 15,55°C. Densitometer digunakan
untuk mengukur bobot jenis suatu zat cair secara langsung yang nilai bobot
jenisnya ditunjukkan oleh skala densitometer. Pengukuran bobot jenis dengan
densitometer juga perlu memperhatikan suhu agar hasil pengukurannya lebih
akurat. Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa larutan NaCl 5 % memiliki bobot
jenis tertinggi yaitu 1,036 gr/ml, hal ini dikarenakan jumlah zat terlarut lebih banyak dari yang lain, dan
juga dikarenakan semakin besar konsentrasi larutan maka semakin besar pula
berat jenis larutannya. dan air kran
memiliki bobot jenis terendah di antara yang lain yaitu 1,005 gr/ml. Hal ini
disebabkan oleh jumlah zat terlarut pada air kran sangat sedikit sehingga
konsentrasi larutannya rendah. Semakin tinggi konsentrasi zat terlarut
menunjukkan bahwa zat terlarut semakin banyak, sehingga bobot jenisnya tinggi.
Selain pengukuran
bobot jenis larutan alamiah, dilakukan juga pengukuran bobot jenis urine
manusia. Beberapa sampel urine diukur bobot jenisnya dan diperoleh hasil yang
berbeda-beda. Faktor yang mempengaruhi perbedaan berat jenis urin adalah jumlah
relatif air, makanan yang dikonsumsi, dan zat terlarut yang tersedia untuk
eksresi (McPherson et.al 2004). Bobot jenis urine manusia dewasa normal adalah 1.010 – 1.025
g/mL. Urin manusia paling pekat didapatkan pada saat bangun tidur karena
biasanya kekurangan air saat tidur. Bila urin encer, maka akan berwarna pucat
dan bobot jenisnya rendah dan bila urin pekat, maka akan berwarna gelap dan
bobot jenisnya tinggi (Brooker 2001). Dari data pada Tabel 1, dapat dilihat
bahwa sampel urine laki-laki dan perempuan memiliki bobot jenis normal.
Tegangan
permukaan merupakan gaya atau tarikan ke bawah yang menyebabkan permukaan
cairan berkontraksi dan benda berada dalam keadaan tegang. Hal tersebut
disebabkan oleh gaya tarikan yang tidak seimbang antar permukaan cairan. Pada
percobaan tegangan permukaan alamiah larutan yang digunakan adalah akuades, empedu,
dan air sungai. Hasil percobaan menunjukkan bahwa jarum pada gelas arloji terapung pada cairan akuades,
dan air sungai. Selain itu, hasil percobaan menunjukkan jarum pada gelas arloji
tenggelam pada cairan empedu dan air sabun. Hal ini berhubungan dengan teori
tentang bobot jenis yaitu, semakin tinggi konsentrasi zat terlarut menunjukkan bahwa jumlah zat
terlarut semakin banyak, sehingga bobot jenisnya tinggi. Sebaliknya, semakin
rendah konsentrasi zat terlarut menunjukkan bahwa zat terlarut sedikit, sehingga
bobot jenis larutan tersebut rendah.
Berdasarkan teori tersebut bobot jenis cairan akuades, dan air sungai lebih
rendah sehingga menyebabkan jarum pada gelas arloji terapung. Sedangkan bobot
jenis cairan empedu dan detergen menyebabkan jarum pada gelas arloji tenggelam
(Munson et.al 2003).
Tabel 2.
Tegangan permukaan larutan
Larutan
|
Pengamatan
|
Tegangan
Permukaan
|
Aquades
|
Terapung
|
Besar
|
Cairan Empedu
|
Tenggelam
|
Kecil
|
Air sungai
|
Terapung
|
Besar
|
Larutan
Detergen
|
Tenggelam
|
Kecil
|
Tabel 3. Pengaruh tegangan
permukaan terhadap jumlah tetesan
Larutan
|
Jumlah
Tetesan
|
Tetesan
|
Aquades
|
2
|
Besar
|
NaCl 20%
|
18
|
Kecil
|
Alkohol
|
3
|
|
Minyak Mineral
|
0
|
-
|
Air Sabun
|
0
|
-
|
Percobaan jumlah tetesan dan tegangan permukaan NaCl 20 %, alkohol, minyak
mineral (minyak tanah), dan air sabun. Larutan NaCl 20 % jumlah tetesannya
lebih banyak dari larutan alkohol, minyak tanah, akuades, dan air sabun. Data
tersebut tidak sesuai dengan teori. Menurut Munson et.al (2003) bila tegangan permukaannya tinggi menyebabkan
volumenya besar dan gaya dorongnya besar sehingga jumlah tetes larutan akuades
dan NaCl 20 % sedikit. Sebaliknya, karena tegangan permukaan rendah menyebabkan
volumenya sedikit dan gaya dorongnya sedikit sehingga jumlah tetesan
larutan alkohol, minyak tanah, dan air
sabun tinggi. Perbedaan hasil antara percobaan dan teori dapat disebabkan oleh
kesalahan pada saat mengamati atau rusaknya alat yang digunakan dalam
praktikum.
Besar kecilnya tegangan permukaan diperngaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu jenis cairan, suhu, dan, tekanan, massa jenis, konsentrasi
zat terlarut, dan kerapatan. Jika cairan memiliki molekul besar, maka
tegangan permukaannya juga besar. salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya
tegangan permukaan adalah massa jenis atau densitas yang di simbolkan dengan
“D”. semakin besar densitas suatu zat berarti semakin rapat muatan-muatan atau
partikel-partikel dari cairan tersebut. Kerapatan partikel ini menyebabkan
makin besarnya gaya yang diperlukan untuk memecahkan permukaan cairan tersebut.
Hal ini karena partikel yang rapat mempunyai gaya tarik menarik antar partikel
yang kuat. Sebaliknya cairan yang mempunyai densitas kecil akan mempunyai
tegangan permukaan yang kecil pula. (Sumardjo 2006).
Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua fase
yang tidak tercampur, contohnya air dan minyak, dimana cairan yang satu
terdispersi menjadi tetesan-tetesan kecil (droplet)
dalam cairan lainnya yang distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang
cocok. Berdasarkan
tipenya emulsi terdiri dari dua yakni emulsi W/O (butiran air terdispersi dalam
minyak) dan emulsi O/W (butiran minyak terdispersi dalam air) (Anief 2000).
Tabel 4. Emulsi
Emulsi
|
Kestabilan
|
Tipe
Emulsi
|
Gambar
|
|||
Emulsi Minyak
Kelapa dan Air
|
Tidak
Stabil
|
W/O
|
||||
Emulsi Minyak
Kelapa dan Sabun
|
Stabil
|
O/W
|
||||
Emulsi Minyak
Kelapa dan Gum Arab
|
Stabil
|
O/W
|
||||
Emulsi Alamiah
(Susu)
|
Stabil
|
O/W
|
||||
Emulsi
Industri (Margarin)
|
Stabil
|
O/W
|
Surfaktan (surface active agent) merupakan molekul yang
memiliki gugus polar yang suka air (hidrofilik) dan gugus non polar yang suka
minyak (lipofilik)
sekaligus, sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari minyak dan
air. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan,
yang bekerja menurunkan tegangan permukaan cairan,
sifat aktif ini diperoleh dari sifat ganda molekulnya. Bagian polar molekulnya
dapat bermuatan positif, negatif ataupun netral, bagian polar mempunyai gugus
hidroksil sementara bagian non polar biasanya merupakan rantai alkil yang
panjang. Surfaktan banyak ditemui di bahan deterjen, kosmetik, farmasi dan
tekstil. Produk pangan seperti es krim juga menggunakan surfaktan sebagai
bahannya. Karena sifatnya yang menurunkan tegangan permukaan, surfaktan dapat
digunakan sebagai bahan pembasah (wetting agent), bahan pengemulsi (emulsion
agent) dan sebagai bahan pelarut (solubilizing agent) (Murni 2013).
Sudan merah berfungsi sebagai zat warna pada minyak agar dapat
membedakan cairan minyak dengan air dan dapat menarik air. Emulsi minyak kelapa
dan air dinamakan emulsi tipe W/O, karena air terdispersi dalam minyak.
Sedangkan pada emulsi minyak kelapa dengan air sabun membentuk emulsi yang
lebih stabil yaitu emulsi O/W (minyak dalam air). Hal ini disebabkan oleh air
sabun yang berfungsi sebagai zat amfipatik yang memiliki stuktur dua gugus
yaitu hidofobik pada bagian ekor yang bersifat non-polar dan hidrofilik pada
bagian kepalanya yang bersifat polar sehingga bagian non-polar akan bergabung
dengan minyak yang kemudian bersama-sama bergabung dengan air (McPherson 2004).
Gum
arab dan minyak memiliki kestabilan sedang dengan tipe emulsi O/W yakni medium
pendispersi minyak sedangkan zat yang terdispersi berupa air. Gum arab memiliki
gugus lipofil dan hidrofil yang berfungsi sebagai emulsifier. Gum arab mudah
larut dalam air tapi tidak dalam pelarut lain. Gum arab banyak dipakai dalam
industri makanan dan kimia sebagai campuran dalam minuman untuk mengurangi tegangan
permukaan (Yadav 2006).
Susu
merupakan emulsi alamiah. Tipe emulsi dari susu adalah O/W. Fase terdispersinya
adalah asam lemak dan media pendispersinya adalah air. Dalam susu terdapat zat
penstabil emulsi berupa protein kasein. Percobaan pada emulsi industri yaitu
margarin menunjukan bahwa margarin merupakan tipe emulsi O/W. Hal ini
berkebalikan dengan teori. Menurut teori margarin memiliki kadar lemak 80% dan
sisanya adalah air. Lemak merupakan produk emulsi dengan tipe W/O (water in
oil), artinya fase air yang berada dalam fase lemak (Harzau 2013).
Perbedaan
antara percobaan yang dilakukan dengan teori dapat disebabkan oleh beberapa
faktor. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah kesalahan pada saat
praktikum. Kesalahan ini bisa disebabkan oleh kurangnya margarin. Kesalahan
lainnya yaitu preparat tertesi oleh air dari luar sehingga teori dan
percobaannya memiliki hasil yang berbeda.
Penerapan
dari praktikum biofisik 1 dalam bidang medis cukup banyak. Salah satunya adalah
bobot jenis. Bobot Jenis adalah faktor yang memungkinkan pengubah zat dalam
formula farmasetik dari bobot menjadi volume dan sebaliknya. Bobot jenis juga
digunakan untuk mengubah pernyataan kekuatan dalam b/b, b/v, dan v/v. Dari
bobot jenis urine, dapat diperoleh informasi mengenai kebiasaan minum air,
kondisi ginjal, hingga potensi diabetes. Bobot jenis urine manusia dipengaruhi
oleh konsentrasi zat terlarut pada urine tersebut berupa urea dan garam-garam
mineral. (Ansel 2006).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Setiap larutan memiliki bobot jenis yang
berbeda-beda tergantung dengan jumlah zat yang terlarut dalam larutan tersebut.
Tegangan permukaan berbagai jenis larutan juga
berbeda-beda, tergantung pada
konsentrasi zat terlarut didalamnya. Emulsi memiliki dua tipe yaitu O/W (Oil on
Water) dan W/O (Water in Oil) yang memiliki ciri khas masing-masing. Emulsi W/O
adalah ketika air terdispersi di dalam minyak sedangkan emulsi O/W minyak
terdispersi di dalam air.
Saran
Data pada praktikum ini masih memiliki beberapa
kekurangan yaitu kurang akuratnya hasil yang didapat, disebabkan beberapa alat
praktikum tidak berfungsi dengan baik, seperti pipet tetesan yang tidak dapat
menetes dengan baik, sehingga data yang didapat dalam percobaan tegangan
permukaan untuk menghitung banyaknya tetesan suatu larutan. Pada percobaan
margarin hasil yang didapat tidak sesuai dengan teori. kesalahan tersebut
disebabkan oleh kesalahan pada saat praktikum seperti mengukur jumlah margarin
dan air.
DAFTAR PUSTAKA
Anief M. 2000. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press.
Ansel HC, Prince SJ. 2006. Kalkulasi Farmasetik Panduan untuk Apoteker. Jakarta (ID): Penerbit
Buku Kedokteran.
Brooker C. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta (ID): EGC.
Carpenito LG. 2009. Diagnosis Keperawatan. Jakarta (ID): EGC.
Giancoli DC. 2001. Fisika Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta (ID): Erlangga.
Harzau H, Estiasih T. 2013. Karakteristik
Cookies Umbi Inferior Uwi Putih (Kajian Proporsi Tepung Uwi: Pati Jagung dan
Penambahan Margarin). Jurnal Pangan Agroindustri. 1(1):138-147.
McPherson RA, Sacher RA. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Jakarta (ID): EGC.
Munson
BR, Young DF, Okiishi TH. 2003. Mekanika Fluida. Jakarta (ID): Erlangga.
Murni SW, Santi SW, Budiaman IGS, Perwitasari
I, Anggara AAKT. 2013. Pembuatan Surfaktan Berbahan Dasar Jerami Padi. Eksergi. 11(1):43-49.
Nothnagel EA, Yadav MP. 2006. Chemical
Composition of An Effective Emulsifier Substraction of Gum Arabic. ACS Symposium Series. 935:243-254.
Sumardjo
D. 2006. Pengantar Kimia. Jakarta (ID): EGC.
Young DH, Freedman RA, Sandin TR, Ford AL.
2002. Fisika Universitas Edisi Kesepuluh
Jilid Satu. Jakarta (ID): Erlangga.
Terimakasih telah membaca artikel LAPORAN BIOKIMIA BIOFISIK 1. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL https://jaringanfathan.blogspot.com/2016/10/biofisik-1.html. Jika ingin copy paste artikel ini, jangan lupa untuk mencantumkan link sumber.